Sayur mayur tak dapat enak di makan,tetapi juga dapat di gunakan untuk membuat lukisan..orang yang membuat lukisan ini sangat kreatif,dia menggabungkan seluruh jenis sayur untuk membuat lukisannya menjadi indah
Kamis, 03 September 2009
Dokter Termuda Indonesia
Riana, demikian gadis berperawakan kecil itu akrab disapa, menyelesaikan kuliah dalam waktu tiga tahun enam bulan dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) sangat memuaskan, yaitu 3,67. Karena prestasinya itu, Riana sempat menerima pujian dan diminta berdiri oleh Rektor UGM Soedjarwadi.
“Ya, Alhamdulillah saya bisa jadi wisudawan termuda,” ucapnya didampingi kedua orangtuanya, Ajun Komisaris Helmi dan Rofiah, seusai wisuda.
Riana lahir di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, 22 Maret 1991. Dia masuk ke Fakultas Kedokteran UGM melalui jalur Penelusuran Bakat Skolastik (PBS) pada September 2005. Usianya saat itu masih 14 tahun lewat tiga bulan, atau setara dengan pelajar kelas II SMP pada umumnya.
Meski sangat muda, Riana mengaku tidak banyak kendala dalam menyesuaikan diri dengan mahasiswa lain yang rata-rata berusia empat tahun lebih tua darinya. Dia juga menjalani kuliah kedokteran secara normal, dengan banyak tugas seperti mahasiswa lainnya. Sebagai mahasiswa termuda, hal ini kerap membuatnya gelisah.
“Kesulitan karena tugas sangat banyak sih ada, tapi syukurlah semua bisa saya atasi,” kata Riana yang mempelajari kanker payudara dalam skripsinya.
Lulus dalam usia yang masih sangat muda, Riana masih ingin melanjutkan sekolahnya. Menurut rencana, dia akan mengambil pendidikan spesialis untuk meraih cita-citanya sebagai dokter spesialis kandungan.
Kelas akselerasi
Riana dikenal cerdas sejak kecil. Selama di bangku SMP dan SMA Negeri 3 Sukabumi, Jawa Barat, Riana yang menghabiskan masa kecilnya di Garut dan Sukabumi itu selalu duduk di kelas percepatan (akselerasi).
Selain itu, Riana juga masuk SD pada usia sangat muda, yaitu empat tahun. “Sejak usia tiga tahun, dia sudah lancar membaca,” kata Helmi yang merupakan perwira polisi pendidik di Sekolah Polri Lido, Sukabumi, Jawa Barat.
Menurut Helmi, sejak kecil, rasa ingin tahu Riana sangat besar. Dia juga lebih gemar belajar daripada bermain. Meskipun tidak ada yang menyuruh, sebagian besar waktu luangnya justru dia isi dengan membaca.
“Riana kecil juga tidak suka bermain boneka. Dia malah takut dan menjerit kalau melihat boneka di dekatnya,” ujar Helmi.
Kamis, 19 Maret 2009
Aturan Keamanan
Banyak negara mempunyai standar keamanan untuk tipe-tipe mainan anak yang bisa dijual. Kebanyakan membatasi bahaya potensial yang bisa ditimbulkan, seperti mudah terbakar atau bisa membuat tercekik. Anak-anak sering mempunyai kebiasaan memasukkan mainan ke dalam mulut mereka, sehingga bahan mainan yang digunakan harus bebas racun. Bahan mainan juga tidak boleh mudah terbakar.
Anak-anak belum bisa membedakan mana mainan yang aman dan mana yang berbahaya, dan orang tua tidak selalu bisa memikirkan segala kemungkinan yang bisa muncul, sehingga aturan dan peringatan sangatlah penting dalam mainan anak.
Mainan dan Jenis Kelamin
Mainan tertentu, seperti barbie dan tentara, seringkali dianggap lebih sesuai untuk satu jenis kelamin tertentu. Kebanyakan orang percaya bahwa jenis kelamin dan pilihan jenis mainan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Bermain dengan mainan yang bukan untuk jenis kelaminnya seringkali mendapatkan pandangan yang negatif dari orangtua atau anak yang lain. Pada jaman ini, apabila seorang anak perempuan bermain dengan mainan untuk anak laki-laki lebih bisa diterima oleh lingkungan dibandingkan apabila seorang anak laki-laki bermain dengan boneka.
Peran Mainan dalam Perkembangan Anak
Peran Mainan dalam Perkembangan Anak
Mainan memberikan hiburan sembari juga memberikan peran mendidik. Mainan mengembangkan perilaku kognitif dan merangsang kreativitas. Mainan juga mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang pastinya diperlukan di kemudian hari oleh anak.
Mainan untuk bayi biasanya menggunakan suara, warna cerah, dan tekstur yang unik. Melalui bermain dengan mainan, bayi mulai mengenali bentuk dan warna. Mainan edukasi (educational toys) untuk anak biasanya mengandung puzzle, teknik pemecahan masalah, atau persamaan matematika.
Yang perlu diingat adalah tidak semua mainan sesuai untuk semua umur anak. Beberapa mainan dikhususkan untuk anak dengan rentang umur tertentu, yang tidak memberikan hasil baik atau bahkan bisa merusak perkembangan anak pada rentang umur yang berbeda.
Artike
Definisi
Mainan (toy) merupakan suatu obyek untuk dimainkan (play). Bermain (play) sendiri dapat diartikan sebagai interaksi dengan orang, hewan, atau barang (mainan) dalam konteks pembelajaran (learning) atau rekreasi.
Mainan (toy) dan bermain (play) merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran mengenal dunia dan tumbuh dewasa. Seorang anak menggunakan mainan untuk menemukan identitas, membantu tubuh menjadi kuat, mempejalari sebab dan akibat, mengembangkan hubungan, dan mempraktekkan kemampuan mereka. Mainan lebih dari sekedar bersenang-senang, karena mainan dapat digunakan untuk mempengaruhi aspek kehidupan.
Penjualan mainan anak lesu
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Krisis perekonomian dunia menyebabkan penjualan mainan anak-anak impor ikut tersendat. Termasuk harga mainan impor murah-meriah buatan China juga ikut naik selama enam bulan terakhir, bahkan kenaikannya mencapai 30 persen. Pedagang pun semakin kelabakan.
Voni Baruyanti, penanggung jawab Toko Laurent Toys di Wijilan, Panembahan, Yogyakarta, mengatakan, omzetnya sekarang hanya sekitar Rp 5 juta per hari. "Sebelum krisis, omzet per hari bisa dua kali lipatnya," ucapnya.
Pendapat senada dilontarkan Wawan, pemilik Toko Hanif di Sawojajar, Panembahan, Yogyakarta. "Dulu, dalam sehari saya bisa mendapat omzet Rp 7-10 juta. Namun sekarang, Rp 5 juta pun, amat berat," katanya.
Penjual mainan yang kulakan ke toko, menurut mereka, juga mengeluh bahwa jualan mereka pun sepi. Giyono (50), yang sudah 30-an tahun berjualan mainan dan biasa mangkal di daerah Pakem, Sleman, juga mengeluhkan kondisi itu.
Tren kartu naruto sudah hampir berlalu. Yang sekarang laris adalah kertas binder dan robot-robotan plastik. Namun, keduanya belum bisa dibilang tren yang seperti kartu naruto. "Ketimbang mainan, anak-anak sekarang agaknya kok lebih suka beli makanan